wendycode wendy code

Meraih Suka Menggenggam Duka


Menjadi pengurus, apalagi menjabat ketua di lingkungan gereja, entah itu pengurus atau Ketua Lingkungan, Wilayah, Dewan Paroki maupun kelompok kategorial, banyak sukanya. Dikenal luas, disapa dan dihormati banyak orang, berkat semakin banyak, semakin mendalami sengsara Kristus, dikenal Romo, semakin dekat dengan Tuhan, dan lain sebagainya. “Kebanggaan bagi saya yang masih muda ini, adalah ketika melihat warga yang beragam suku, ekonomi, karakter, watak bisa guyup dan menjaga persaudaraan di Lingkungan,” kata Ketua Lingkungan St. Vinsensius 4 Xaverius Sus Satriyo Adi Suryo.

Koordinator Wilayah St. Agustinus FX Narno juga merasakan sukanya menjadi pengurus di lingkungan gereja. “Saya senang ketika melihat umat cukup guyup, rukun dalam segala acara seperti pernikahan, mengunjungi orang sakit, mengurusi umat yang meninggal, dan ikut ambil bagian dalam tugas-tugas gereja,” ujar Pak Narno.

Namun, suka dan duka seolah tak terpisahkan. Sebagaimana suka, ternyata sebesar itu pula dukanya. Bahkan litani duka para pengurus lebih panjang lagi. Litani duka itu di antaranya, kurang istirahat karena hampir tiap hari melayani berbagai persoalan umat, dicaci maki umat, dituding lamban, tidak becus, menjadi bahan omongan orang, sering dikomplain anak, harus menyesuaikan frekwensi berpikir, warga sulit diajak kerja bhakti di gereja, banyak umat yang tidak peduli dengan kegiatan di Lingkungan, dan susah berlaku adil.

Ketua Lingkungan St. Matheus 3 Robertus Sumadia mengaku, ia mengalami dilema dan susah berlaku adil dalam menghadapi persoalan umat, misalnya pilihan pasangan beda iman. “Kalau perkawinan itu antara Katolik dan Katolik, wah melayaninya cukup bersemangat, dengan ucapan-ucapan dan motivasi, semoga lancar dan yang baik-baik semuanya keluar. Tapi kalau yang didaftarkan itu perkawinan campur, Romo, waduh ini sikapnya mesti gimana. Secara spontan, lalu udah ya, sambil membayangkan dalam hati, mudah-mudahan batal. Bagaimana sikap kami sebagai Ketua Lingkungan atau Ketua Wilayah kalau didatangi warganya untuk mendaftarkan perkawinan campur beda agama atau beda gereja?,” tanya Pak Madia kepada Romo Purbo Tamtomo, Pr dalam kegiatan KPK di Aula SMP Strada Bhaktiwiyata, Minggu (25/8).

Pelayan Murah Hati

Menjawab pertanyaan Pak Madia, Romo Purbo mengatakan, sebagai pelayan di Lingkungan, punya idealisme itu baik. Namun ada semangat lain, yang mesti kita hidupi, yakni menjadi pelayan yang murah hati. Tidak boleh menjadikan yang ideal mempersempit pelayanan kita. Itu sering tidak mudah. “Orang tidak pernah aktif, kalau butuh aja datang. Kalau mengikuti pertimbangan manusia, biar dia tau, gak usah dilayani dulu. Biar latihan belajar. Ini bukan pelayan yang murah hati.”

Menurut Romo Purbo, pelayan yang murah hati dengan segala keterbatasannya, mau melayani yang paling baik. Itulah pelayan gereja yang sekarang dibutuhkan. “Maka andaikan yang datang itu pun tak pernah nampak dalam kegiatan di lingkungan gereja, bahkan menjengkelkan, sekarang datang, ingat kata-kata pada waktu malam Perjamuan Terakhir, kamu tahu Aku gurumu mencuci kakimu. Sekarang hendaklah kamu saling mencuci satu sama lain. Itu yang tidak mudah,” pesan Romo Purbo.

Romo Purbo juga mengaku, ia sering jengkel bertemu orang yang mau menang sendiri. Namun, itu manusiawi. Yang tetap mesti dihidupi, kata Romo Purbo, kasih dan kerahiman Tuhan tanpa batas. “Ini yang datang kok kawin campur, ya semoga aja selamat. Ya, itu harus dijauhkan. Doanya diubah, Tuhan Engkau tahu bahwa perkawinan ini lambang kasih, semoga dengan seluruh pergulatannya, hidup mereka nanti boleh melambangkan kasihMu sendiri. Itu doa tidak ada duanya. Doa Ketua Lingkungan itu sering kuat sekali lho, Pak,” kelakar Romo Purbo.

Langkah Menuju Kekudusan

Acapkali kecenderungan kita, kata Romo Purbo, kalau tidak memenuhi prasyarat ini-itu, tidak dilayani. Banyak orang mengeluh, urusan dengan gereja itu susah. Itu yang sekarang mesti dihindari. Yang sekarang harus dihidupkan, gereja itu seperti Kristus penuh kasih dan penuh kerahiman.

Romo Purbo berharap, keutamaan Kristiani menjadi semakin nyata dalam hidup keluarga dan pelayanan kita. Kalau itu yang kita lakukan, berhasil atau tidak, semuanya membuat kita, meminjam bahasa Paus Fransiskus, selangkah lebih maju menuju kekudusan.

Mencapai kekudusan bukan target para pengurus di lingkungan gereja. Namun, suara penuh harapan itu setidaknya menjadi penyemangat ketika menghadapi persoalan umat. Karena menjadi pengurus itu banyak sukanya, namun lebih panjang lagi dukanya. Di situlah seninya, meraih suka sekaligus menggenggam duka. Yang pasti, pelayanan di gereja itu, selangkah lebih maju menuju kekudusan. Itu kata Paus Fransiskus. (nn)


BERGABUNG DI FACEBOOK KAMI