wendycode wendy code

Merawat Kesucian Keluarga


Setiap kali anak mereka pergi jauh, katakan saja merantau atau kuliah ke kota, orangtua zaman dulu selalu berpesan, “Anakku, dalam setiap tindakanmu, jagalah selalu kehormatan dan nama baik diri dan keluargamu.” Pesan tadi mengandung makna, agar anak mereka dalam setiap tindakannya, entah itu perilaku, perkataan atau perbuatan, selalu meletakkan pertimbangan kehormatan dan nama baik diri dan keluarga di atas pertimbangan-pertimbangan lainnya. Kenapa demikian? Karena, sebagaimana diri, keluarga itu sejatinya suci, bersih, tanpa cela. Kalau keluarga itu kotor, rusak, itu lebih karena pribadi yang ada di belakangnya. Karena itu, atas dasar cinta, setiap anggota yang ada dalam satu keluarga ikut bertanggung jawab dalam merawat kesucian keluarga mereka.

Membangun dan merawat kesucian keluarga, itu inti pesan Romo Anselmus Selvus Wege, SVD di hadapan para peserta Kursus Pastoral Keluarga (KPK) angkatan kedua Paroki Kranji Santo Mikael di Aula SMP Strada Bhakti Wiyata, Minggu (11/8). Menurut Romo Ansel, perkawinan Kristiani adalah suatu cara hidup untuk saling mencintai dan harus dipelihara dengan cinta. “Sakramen perkawinan yang dihayati dengan sungguh-sungguh menolong pasutri dan seluruh anggota keluarga merasa diterima dan diakui keberadaannya, menolong tiap-tiap pribadi dalam keluarga untuk berusaha mengembangkan bakat-bakat dan karyanya demi kesejahteraan lahir dan batin semua anggota keluarga. Keluarga semacam ini membuat tiap anggota keluarga menjadi lebih matang dan wajar dalam pergaulan dengan orang-orang lain,” kata Romo Ansel.

Romo Ansel menambahkan, kesucian perkawinan yang dipersembahkan untuk kemuliaan Allah lebih merupakan karunia Allah untuk pasangan suami-istri itu sendiri dari pada suatu pemberian dari pasangan itu untuk Tuhan. Eksklusivitas perkawinan selalu menyentuh kecenderungan-kecenderungan yang sangat dalam pada kodrat manusia yang selalu tertarik pada lawan jenis, maka kesetiaan pada pasangan hanya mungkin jika suami dan istri percaya sepenuhnya akan rahmat Allah yang tak pernah melupakan mereka yang telah dipersatukanNya. Cinta dalam hidup perkawinan menjadi matang hanya dengan perlahan-lahan dan dapat berkembang pesat lewat perjuangan seumur hidup. “Untuk itu setiap pasangan yang mengalami kesulitan dalam hidup perkawinannya hendaknya mencari bantuan pada orang yang berpengalaman dan dapat dipercaya, serta tekun berdoa sambil dengan rendah hati menaruh kepercayaannya pada Allah yang mahasetia,” ujar mantan Pastor Kepala Paroki Santo Arnoldus Bekasi itu.

Saling Menaati
Romo Ansel juga mengajak para pasutri untuk saling menaati, sebagaimana yang diteladani Yesus. Yesus datang, kata Romo Ansel, bukan untuk melaksanakan kehendakNya sendiri, melainkan kehendak BapakNya. Yesus memperlihatkan ketaatanNya kepada Bapa dalam seluruh hidupNya, baik di rumah Nasareth, di tengah para muridNya, maupun puncak ketaatanNya pada kematian di kayu salib. Yesus menebus dunia karena Dia taat. Ketaatan demi cinta adalah dasar bagi setiap kehidupan dan pelayanan dalam keluarga.

Selanjutnya Romo Ansel mengatakan, pasangan suami-istri dipanggil untuk mengikuti Tuhan dan ketaatanNya. Dalam semangat iman, setiap anggota keluarga mengabdikan diri untuk melayani Allah dan keluarganya. Melalui janji nikah, suami-istri mewajibkan diri untuk tunduk dan taat satu terhadap yang lain, demi terwujudnya cita-cita kesejahteraan keluarga dan nama Allah dimuliakan. Tanpa ketaatan, keluarga sulit untuk mencapai tujuannya dan hidup setiap anggota menjadi tidak terkendali. Dengan taat demi cinta terhadap keutuhan keluarga, setiap anggota keluarga dapat menjalankan tugasnya sehari-hari secara lebih bertanggung jawab, melibatkan diri dalam setiap keputusan penting keluarga. Di sinilah ketaatan membuat pasangan suami-istri, orangtua dan anak menjalin saling pengertian mendalam.

Bangun Komunikasi
Sementara pemateri lain, pasutri Loekito dari Paroki Santo Arnoldus Bekasi menekankan pentingnya membangun komunikasi dalam keluarga. Menurut Pak Loekito, ada empat manfaat komunikasi dalam keluarga. Pertama, dapat menumbuhkan saling pengertian antara anggota keluarga. Kedua, dapat membentuk kepribadian. Ketiga, dapat memenuhi kebutuhan kejiwaan dalam tiap anggota keluarga. Keempat, dapat saling membantu mengatasi kesulitan.

Sementara komunikasi yang buruk, kata Pak Loekito, berdampak pada tiga hal. Pertama, keluarga akan diramaikan dengan pertengkaran, karena sering terjadi kesalahpahaman mencerna suatu hal. Kedua, hubungan anak dengan orangtua cenderung menjauh. Ketiga, anak akan kehilangan rasa hormat dan cenderung takut pada orangtuanya.

Keluarga, apalagi keluarga Katolik, perlu dijaga kesuciannya. Karena kesucian kehidupan suatu keluarga cerminan dari kesucian sebuah perkawinan. Maka, tugas mahapenting pasutri Katolik adalah merawat kesucian perkawinan dengan cara membangun komunikasi yang jujur, termasuk menangkap pesan-pesan tak terucap dari pasangannya, seperti kata penulis Peter F. Drucker. Semoga. 

(nn)


BERGABUNG DI FACEBOOK KAMI